Ad Code

Teori Mandat dalam Politik

Teori Mandat dalam Politik dikenal dalam perwakilan kekuasaan. Teori Mandat menyatakan bahwa wakil rakyat terpilih wajib berlaku sesuai agen sejati dari penguasanya, yaitu para konstituen. Seorang legislator baru bisa punya kewenangan setelah sejumlah konstituen memilihnya untuk duduk di dalam jabatan tersebut. Legislator kemudian memegang mandat dari para konstituen dan itu bukan cek kosong. (Klemmensen, 2011: 994).

Legislator wajib lebih taat pada kepentingan konstituen ketimbah ketua fraksi partai politik. Legislator wajib menyusun undang-undang yang difungsikan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh para konstituennya. Apabila seorang legislator justru memproduksi mandat yang tidak ada hubungannya dengan permasalahan konstituen, bahkan untuk kepentingan orang-orang atau segmen masyarakat yang bukan konstituennya, maka legislator tersebut dinyatakan menyimpang dari mandat. Penyimpangan ini tentu akan ada sanksinya dari para konstituen.

Teori Mandat
Sumber Foto:
https://thumbs.dreamstime.com/b/mandate-word-block-mandate-word-block-white-background-181150638.jpg

Dalam Teori Mandat, kebijakan yang diadopsi pemegang mandat (legislator) haruslah yang dipilih oleh para konstituennya. Pilihan konstituen tersebut dapat dilacak saat si legislator berkampanye, mengadakan diskusi publik, mendengarkan aneka "curhat", dan apapun yang sudah diartikulasikan para konstituen tersebut menjadi dasar kerja para legislator.

Teori Mandat memiliki sejumlah asumsi.


Asumsi pertama, 


wakil rakyat harus meyakini bahwa mereka punya kewajiban bertindak menurut aneka pilihan yang sudah dibuat oleh konstituen, atau minimal sekepentingan dengan para konstituen. Ini merupakan asumsi yang terlampau ideal karena mekanisme sanksi konstituen atas wakil rakyat rata-rata belum terdefinisikan secara baik. Paling maksimal, konstituen tidak akan memilih wakil rakyat tersebut di periode selanjutnya. Namun, dengan kelihaian seorang politisi, wakil rakyat yang menyimpang tersebut dapat melontarkan aneka apologia sehingga "kesalahan" mereka di waktu lampau bisa terampuni.


Asumsi kedua, 


bahwa politisi sesungguhnya ingin terpilih kembali. Tanpa keinginan tersebut, sulit bagi konstituen untuk menerapkan sanksi. Ini merupakan mekanisme di mana sanksi dapat diberlakukan oleh konstituen. Manakala politisi kembali berkampanye untuk jabatan selanjutnya, konstituen harus mempertanyakan hasil-hasil pekerjaan di periode yang sudah lewat. Konstituen dapat mengajukan kritik dan tuntutan dengan ukuran kepentingan dan pilihan mereka yang sudah disepakati sebelumnya. Hasil dari diskusi tersebut digunakan apakah reward yang diberikan ataukah punishment.


Asumsi ketiga, 


seharusnya mungkin bagi seorang wakil rakyat mendapat informasi seputar apa yang konstituen mereka pilih dari aneka isu. Jika informasi ini tidak tersedia akan sulit seorang wakil rakyat menyesuaikan dirinya saat melakukan rancangan undang-undang. Seorang wakil rakyat tentu dikelilingi oleh tenaga ahli. Tenaga ahli inilah yang bertugas mendokumentasikan aneka catatan mengenai pilihan dan kepentingan konstituen. Sebab sangat jarang seorang wakil rakyat mendokumentasi hal tersebut langsung oleh dirinya. Di sinilah kemungkinan besar muncul informasi asimetris, terlebih apabila tenaga ahli tersebut kurang kompeten atau justru punya vested-interest tersendiri. Tugas seoran pemegang mandat, yaitu wakil rakyat, adalah memastikan informasi dari konstituen bersifat simetris.


Asumsi keempat, 


politisi harus memperhatikan kredibilitas dari aneka janji mereka. Dalam kampanye mereka mengobral janji yang bukan sekadar janji, tetapi janji yang akan diwujudkan saat mereka menjabat sebagai legislator yang punya kekuasaan besar. Jika wakil rakyat berkampanye untuk menjadi oposisi, maka sikap tersebut harus terwujud dalam aneka tindakannya. Demikian pula apabila ia bertindak selaku pendukung eksekutif, juga harus selaras dengan tindakan apapun yang dilakukan di parlemen. Kredibilitas seorang wakil rakyat, penerima mandat, diukur lewat kredibilitas janji ini.

Sumber Bacaan

Klemmensen, Robert. "Mandate Theory". Dalam George Thomas Kurian. Encyclopedia of Political Science. Washington: CQ Press, 2011.
Reactions

Posting Komentar

0 Komentar