Ad Code

Pengertian Perang dan Jenis-jenisnya

Perang adalah kekerasan yang terorganisir, seringkali dalam skala besar, melibatkan sejumlah negara berdaulat atau wilayah geografis negara tertentu ataupun etnik atau kelompok sosial khusus di dalam suatu negara (perang sipil). (Magstadt, 2013: 398). 

Dari definisi tersebut, perang ternyata purwa rupa. Ada yang disebut inter-state war (konflik bersenjata antar negara-negara berdaulat), civil war (perang antar bagian geografis atau kelompok rival di dalam suatu bangsa), guerilla warfare (taktik yang digunakan kelompok militer yang diorganisir kedalam kelompok-kelompok kecil, fokus pada melakukan sabotase, yang setelahnya kembali membaur dengan masyarakat sipil), low-intensity conflict (perang internal yang sifatnya sporadis dan terjadi dalam skala kecil tetapi mampu mengganggu negara dan masyarakatnya secara lambat-laun). (Magstadt, 2013: 398-9)


Mengapa Terjadi Perang?


Terdapat sejumlah hal yang dapat memicu terjadinya perang dalam aneka bentuknya. 


Alasan pertama, 

nationalism yaitu peleburan ke dalam suatu bangsa. Nasionalisme ini dekat dengan patriotisme. Contoh dari perang akibat nasionalisme ini adalah Perang Dunia Ke-1. Dalam perang tersebut negara-negara yang ikut berperang seolah sedang mengamuk. Mereka menjalin aliansi untuk saling unjuk kekuatan militer bangsa sendiri. Perang Dunia I tidak menghasilkan apapun kecuali kehancuran bangsa-bangsa yang kalah perang (Jerman, Austria-Hongaria, Turki). (Magstadt, 2013: 399-409)


Alasan kedua, 

arm race atau perlombaan senjata. Hubungan resiprokal militer antar negara-negara yang menjadi rival. Perlombaan senjata cenderung mempercepat riset, pengembangan teknologi, dan pembangunan sistem persenjataan. Faktor-faktor tersebut merupakan sebab potensial terjadinya perang. Perlombaan senjata sesungguhnya telah terjadi sejak era imperium kuno. Namun, wujud tegas paling dekat adalah perlombaan senjata antara Amerika Serikat versus Uni Soviey, Iran versus Israel, Pakistan versus India, dan Cina versus Taiwan. Dalam setiap perlombaan senjata terkandung potensi perang. Negara-negara yang disebut sekali ataupun lebih, pernah terpicu untuk melakukan perang frontal. Namun, aneka kalkulasi waras masih bisa dikedepankan sehingga perang berskala penuh belum termungkinkan.

Perang
Sumber Foto:
https://coremiddleeast.com/wp-content/uploads/2021/03/philippine-american-war-gettyimages-79207129.jpeg


Alasan ketiga, 

Ultranationalism, nasionalisme ekstrim yang umumnya diasosiasikan dengan Fasisme. Wujudnya adalah kaum radikal sayap kanan yang dicirikan oleh budaya militerisme, prasangka rasial, dan xenofobia. Ciri utama dari nasionalisme ekstrim adalah perasaan kolektif bahwa bangsa tersebut adalah terbaik dan tercipta untuk menjadi pemimpin bangsa-bangsa lain. Akibatnya mereka melakukan ekspansi militer untuk menduduki negara lain. Hal ini pernah dialami oleh Jepang, Tiongkok, Jerman, Spanyol, dan Italia.


Alasan keempat, 

nationalistic universalism, atau universalisme kebangsaan. Dalam sebab itu, suatu negara melancarkan politik luar negeri yang sifatnya mesianistik yang berupaya menyebarkan gagasan dan lembaga mereka kepada pihak lain. Terlibatnya Amerika Serikat ke dalam aneka perang sejak tahun 1989 merupakan wujud dari nationalistic universalism ini. Mereka sebagai misal, ingin menanamkan demokrasi di negara-negara yang tidak terbiasa dengan demokrasi seperti Libia, Iraq, dan Afghanistan.


Alasan kelima, 

reasons of state, atau dasar pragramatis bagi politik luar negeri yang menempatkan kepentingan nasional di atas pertimbangan moral ataupun motif-motif idealistik. Iraq di bawah Saddam Hussein pernah berspekulasi mengakuisisi Kuwait, khususnya pelabuhan minyaknya. Israel menyerang Libanon Selatan (Libanon adalah negara berdaulat) dengan alasan adanya pangkalan Hizbullah di sana. Saddam Hussein (dengan dukungan Amerika Serikat) memprovokasi Iran sehingga hampir selama 8 tahun, kedua negara melakukan perang perbatasan tanpa ada keuntungan apapun bagi kedua negara.


Alasan keenam, 

human nature, (sifat alamiah manusia), bahwa perang sesuai dengan sifat alamiah manusia. Thomas Hobbes menyatakan bahwa dalam kondisi alamiah, manusia dibimbing insting untuk menyelamatkan diri. Mereka sangat menakuti kematian, terlebih kematian akibat kekerasan. Sebab rasa ini, maka manusia berbuat sebaliknya yaitu bersikap agresif. Mereka menyerang lebih dulu sebelum diserang, karena hubungan antara manusia ada dalam situasi perang semua melawan semua. Berdasarkan sifat alamiah manusia ini, dalam perang antar bangsa/kerajaan Hobbes membaginya ke dalam tiga, yaitu: (1) Perang Agresif yang diakibatkan oleh kompetensi, suatu insting dasar manusia; (2) Perang Bertahan, yaitu perang akibat rasa takut; (3) Perang Penderitaan, yang diakibatkan keserakahan dan ketinggian hati pihak yang berperang.


Alasan ketujuh, 

kapitalisme dan imperialisme, saat kapitalisme mulai maju di Eropa, mereka harus mencari barang modal. Karena tidak bisa lewat darat akibat ditutup oleh Turki Usmani, pelaut Eropa memutar lewat laut. Tibalah mereka di negara-negara Afrika Barat, Afrika Selatan, India, dan Nusantara. Di wilayah-wilayah tersebut terjadi perang-perang penaklukan yang motifnya adalah mengeruk keuntungan ekonomi dan pengerukan sama atas sumber daya. Tidak hanya itu, negara-negara yang menyandang semangat kapitalisme juga berperang satu sama lain: Inggris versus Spanyol; Spanyol versus Belanda; Belanda versus Portugis; Inggris versus Portugis. Dari peristiwa perang akibat kapitalisme ini, lalu muncul imperium-imperium baru dunia. Misalnya Imperium Inggris, Imperium Perancis, Imperium Spanyol, Imperium Belanda. Di masa kemudian, negara-negara tersebut pula yang kembali terjebak ke dalam Perang Dunia I dan II.


Jenis-jenis Perang

Perang itu beraneka jenis, tetapi di atas semua, tidak pernah ada yang baik bagi kemanusiaan. Perang adalah ajang membiaknya crime against humanity. Namun, tulisan ini sekadar akan menggambarkan jenis-jenis perang yang pernah terjadi di muka bumi. Jenis-jenis perang yang bisa diidentifikasi adalah Perang Total, Accidental War, Perang Nuklir, Perang Proksi, dan Just War.

Total War

Mengenai Total War atau Perang Total. Karl von Clausewitz jenderal perang Prussia dan penulis teori perang menyatakan “war is thus an act of force to compel our enemy to do our will.” (Herberg-Rothe, 2007: 68). Bagi Clausewitz, perang adalah tindakan kekuatan untuk memukul musuh dan melaksanakan kehendak kita. Perang Total adalah fenomena moderen. (Magstadt, 2013: 413-7). Untuk mengidentifikasi apa yang dimaksud Perang Total, maka ia adalah perang yang tidak termasuk bak limited wars (perang terbatas) ataupun unconditional surrender (penyerahan tanpa syarat). Perang Terbatas adalah kebalikan dari Perang Total. Perang Terbatas adalah perang dalam mana pihak yang berperang memilih untuk tidak menggunakan senjata-senjata potensial yang ada pada mereka. Penyerahan Tanpa Syarat adalah memberikan musuh dua pilihah yaitu sesegera mungkin menyerah (langsung menjadi subordinasi pemenang) atau dihancurkan secara total. Perang Total, dengan demikian adalah perang yang menggunakan seluruh persenjataan yang tersedia untuk menghacur-leburkan musuh hingga ke akar-akarnya. Perang Napoleon adalah tipikal dari Perang Total ini. Perang lain yang berpotensi menjadi Perang Total (belum terjadi) adalah perang nuklir.


Accidental War

Accidental war atau perang yang tak dikehendaki memiliki keunikan. Umumnya, perang adalah kontinuitas politik suatu negara dalam bentuk lain (perang). Sebab itu, perang merupakan sesuatu yang secara sadar sudah dipikirkan analisis SWOTnya. Perang Yang Tak Dikehendaki adalah peluncuran tak disengaja sebuah serangan nuklir akibat kesalahan kalkulasi.

Boris Yeltshin sekitar tahun 1995 pernah keliru menafsirkan pesan para penasihatnya sehingga siap menekan tombol nuklir yang diarahkan ke Washington. Tahun 1963 dalam insiden Teluk Babi, Kennedy pernah mengancam apabila Khrushchev tidak menarik penempatan rudal balistiknya dari pangkala Kuba mereka, perang nuklir sulit untuk ditahan. Termasuk ke dalam Perang Yang Tak Dikehendaki ini adalah war by misperception atau Perang Akibat Mispersepsi, yaitu konflik bersenjata yang dihasil manakala dua bangsa gagal membaca maksud masing-masing pihak secara akurat.

Uji coba senjata nuklir India rentan dimispersepsi oleh Pakistan. Uji coba senjata nuklir Israel, rentan dimispersepsi Iran. Pengembangan nuklir kemanusiaan Iran, rentan dimispersepsi Israel dan Amerika Serikat. Dalam konteks accidental war ini juga ada yang disebut catalytic war (Perang Katalitis) yaitu konflik yang diawali pada skope lokal dan peserta terbatas lalu berkembang jadi perang umum akibat pihak lain ikut ambil bagian di dalam konflik lewat aktivasi aliansi militer. Perang Dunia II mungkin kerusakan dahsyatnya agak berkurang sedikit bila saja Amerika Serikat aneka kelompok lobi untuk ikut campur. Amerika Serikat menjatuhkan bom atom bernama Little Boy dari pesawat B-20 bernama Enola Gay dengan komandannya Kolonel Udara Paul W. Tibbets (saat itu berusia 29 tahun) berdaya rusak besar yang berakibat jutaan wanita, anak-anak, dan kaum tua Jepang meninggal dunia. (Rotter, 2008: 1-3)


Perang Nuklir

Perang Nuklir, yaitu perang dengan tidak adanya satupun pemenang. Perang Nuklir terkait dengan massive retaliation. Massive retaliation adalah doktrin militer strategis yang didasarkan pada posisi ancaman berlebihan atas penggunaan nuklir yang diterapkan Amerika Serikat sepanjang 1950an. Di masa tersebut hanya Amerika Serikat yang memiliki bom nuklir. Berdasarkan doktrin massive retaliation maka apabila Uni Soviet menyerang sekutu Amerika Serikat, maka negara ini akan menggunakan senjata nuklir.

Hanya sebentar monopoli nuklir Amerika Serikat. Tahun 1960an Uni Soviet telah mampu membuat senjata nuklir. Bahkan, Uni Soviet mampu merancang Intercontinental Ballistic Missiles (ICBM). ICBM adalah misil jarak jauh dengan multi hulu ledak nuklir yang mampu menyerang aneka target di seluruh penjuru dunia. Amerika Serikat dan Uni Soviet adalah pemegang terbanyak ICBM di dunia. Saat ini, dunia “dihuni” oleh 128.000 senjata nuklir, yang merupakan hasil produksi sejak 1960an hingga kini. Dari jumlah tersebut 98% diproduksi oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet (dahulu). Saat ini terdapat 9 negara pemegang senjata nuklir yaitu Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Perancis, India, Pakistan, Cina, Israel, dan Korea Utara, di mana kesembilannya kini menguasai 27.000 senjata nuklir operasional. Selain itu, kini terdapat 15 negara yang siap mengembangkan senjata nuklir. (Siracusa, 2008: iii).


Perang Proksi

Perang Proksi (proxy war), adalah perang dengan mana dua pihak yang sesungguhnya berlawanan saling membackup kelompok-kelompok yang bertikai dalam suatu konflik, baik dengan suplai uang, senjata, penasehat militer, untuk menghindari pertempuran langsung antara kedua pihak berlawanan tersebut. Karl von Clausewitz menyatakan “War is merely the continuation of policy by other means” (Herberg-Rothe, 2007: 139). Bagi Clausewitz, perang sekadar kontinuitas kebijakan lewat cara lain. Kebijakan yang dimaksud sudah barang tentu kebijakan politik, baik politik domestik maupun politik luar negeri. Amerika Serikat dan Uni Soviet berperang di Vietnam, tetapi tidak langsung melainkan melalui Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Vietnam Utara dibackup Uni Soviet, Vietnam Selatan dibackup Amerika Serikat. Akhirnya Vietnam Selatan kalah. Di Perang Afghanistan era 1980-an, Uni Soviet berusaha menginvasi Afghanistan. Amerika Serikat menyuplai uang, senjata, dan penasehat militer pada Afghanistan (termasuk salah satunya pada Osama bin Laden). Uni Sovyet yang tidak kunjung menang akhirnya menarik pasukannya.


Just War

Just War, yaitu perang yang terjadi akibat satu pihak membela diri karena hanya itu yang mungkin bisa dilakukan. Menurut Larr May, dalam Just War terdapat dua pertanyaan dasar. Pertama, Jus Ad Bellum atau apakah keputusan mengadakan perang secara moral bisa dibenarkan? Kedua, Jus In Bello atau apakah taktik yang diterapkan dalam perang bisa dibenarkan secara moral? (May, 2007: 4).

Perang Gerilya yang diputuskan Jenderal Sudirman setelah pemimpin sipil semua ditangkap Belanda adalah Just War. Karena hanya dengan perang (gerilya) itu sajalah Republik Indonesia masih dihitung de facto keberadaaanya. Demikian pula Serangan Umum 1 Maret 1946 yang dikomandani Kapten Soeharto merupakan Just War, yaitu untuk menunjukkan bahwa gerilya Republik Indonesia masih ada dan bahkan bisa mendudukin Yogyakarta yang diduduki Belanda selama 6 jam.


Sumber Bacaan

Herberg-Rothe, Andreas. Clausewitz’s Puzzle: The Political Theory of War. Oxford: Oxford University Press, 2007

Magstadt, Thomas M. Understanding Politics: Ideas, Institutions & Issues. Belmont: Cengage Learning, 2013

May, Larry. War Crimes and Just War. Cambridge: Cambridge University Press, 2007

Rotter, Andrew J. Hiroshima: The World’s Bomb. Oxford: Oxford University Press, 2008

Siracusa, Joseph M. Siracusa. Nuclear Weapons: A Very Short Introduction. Oxford: Oxford University Press, 2008
Reactions

Posting Komentar

0 Komentar