Pembangunan berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai upaya intelektual untuk memahami keterkaitan rumit antara Dunia Ekonomi, Masyarakat Global, dan Lingkungan Fisik Bumi. Selain itu, Pembangunan Berkelanjutan juga kerap didefinisikan sebagai cara pandang normatif atas dunia, yaitu merekomendasikan seperangkat tujuan (goals) tentang bagaimana dunia seharusnya berjalan.
Pembangunan berkelanjutan juga dapat didefinisikan sebagai upaya mendorong dunia agar ekonomi tersebar, kemiskinan ekstrim tereliminasi, kepercayaan sosial muncul, lewat serangkaian kebijakan yang menguatkan komunitas, dan lingkungan pun terlindungi dari degradasi akibat perbuatan manusia. Akhirnya, pembangunan berkelanjutan juga dapat didefinisikan sebagai pembangunan yang mempertemukan kebutuhan saat ini tanpa merugikan kemampuan generasi masa datang memenuhi kebutuhannya.
Latar Belakang Pembangunan Berkelanjutan
Coba kita pikirkan sejenak. Bumi kini makin sesak. Jumlah manusia saat ini sekitar 7,2 milyar orang. Jumlah ini 9 kali lipat tahun 1750, sebagai awal dimulainya Revolusi Industri. Saat itu, jumlah manusia ada di kisaran 800 juta. Terdapat kenaikan jumlah manusia hampir 75 juta setiap tahun. Akhir 2020 diprediksi jumlah manusia total 8 milyar, sementara di tahun 2040 sekitar 9 milyar. Apakah akan ada persoalan mengenai deskripsi kuantitatif ini ? Jawabannya, pasti ada.
Pembangunan Berkelanjutan
Sumber Foto:
https://images.squarespace-cdn.com/content/v1/5475f6eae4b0821160f6ac3e/1586171148641-WOA0QWVB9RZD02SO621H/The%2BGoals%2Bof%2BSustainable%2BDevelopment%2Ba%2BChallenge%2Bfor%2BEducation.jpg
Akan terjadi situasi di mana milyaran orang akan berjuang mencukupi kebutuhan mereka, terutama kebutuhan subsisten seperti pangan dan papan. Isu-isu yang mengentara adalah ketersediaan air bersih, perawatan kesehatan, juga space untuk dihuni manusia. Selain berkenaan dengan hal-hal terkait upaya survival, manusia lainnya memiliki kepentingan lain: Mengejar kesejahteraan (prosperity). Manusia jenis ini sudah lepas dari persoalan subsisten dan fokus pada upaya memperkaya diri lewat akumulasi kesejahteraan ke tangan mereka, yang ternyata tidak banyak. Pencarian kesejahteraan (baca: kekayaan) saling berkelindan dengan kepentingan manusia lain yang sekadar berupaya memenuhi kebutuhan subsisten. Di situasi inilah ketimpangan mendapat pemicunya.
Manusia yang sekadar berjuang memenuhi kebutuhan subsisten sangat besar, tetapi lemah baik secara ekonomi maupun politik. Sementara manusia yang sudah post subsisten jumlahnya sangat sedikit, tetapi kuat baik secara politik maupun ekonomi. Semua pertarungan tersebut berlangsung di satu bumi yang sama. Tidak mungkin pertarungan tersebut berlangsung di bulan atau planet Mars. Konsekuensinya adalah, apa yang kemudian terjadi apabila Bumi menjadi rusak akibat pertarungan tersebut.
Perhatian Pembangunan Berkelanjutan
Perhatian pembangunan berkelanjutan terletak atas 4 masalah besar. Masalah ini tidak bisa lagi dipikirkan oleh komunitas kecil atau bahkan negara. Masalah ini melibatkan masyarakat internasiona. Masalah pertama adalah dunia ekonomi. Persoalannya bagaimana 7,2 orang dan sekitar 90 trilyun dollar produksi barang dan jasa saat ini berubah dari waktu ke waktu. Perlu dikaji apa sesungguhnya hal yang mendorong pembangunan ekonomi itu sendiri.
Masalah kedua adalah masyarakat global. Persoalannya adalah, bagaimana orang di atas muka Bumi ini bisa saling terkoneksi. Lalu, apabila memang saling terkoneksi mengapa kemiskinan (bahkan di tingkat ekstrim) masih saja ada. Pada sisi lain ada manusia ataupun region yang berlimpah kekayaannya, kendati secara kuantitatif jumlah mereka sedikit. Apakah pendorong munculnya ketimpangan ini.
Masalah ketiga adalah lingkungan fisik bumi. Bumi itu cuma satu, tetapi kondisinya kian lama kian rusak. Apakah memang ada dampak dari perkembangan ekonomi terhadap lingkungan. Apakah memang pembangunan ekonomi dan kondisi Bumi saling berantagonis, ataukah kondisi positif mereka masing-masing bisa dipadukan?
Masaah keempat adalah good governance. Dalam teori kontrak sosial, penguasa ada karena mereka dapat mandat dari yang dikuasai untuk memerintah. Sudah sejauh mana pemerintah negara maupun internasional punya komitmen untuk mensejahterakan masyarakat.
Sejarah Pembangunan Berkelanjutan
Tahun 1972 pernah diadakan konferensi PBB di Stockholm (Swedia). Tema konferensi tersebut mengenai Human Environment. Fokusnya adalah mempromosikan tantangan pemeliharaan secara berkelanjutan di tengah perkembangan ekonomi dan pembangunan. Tahun 1980-an memang ditandai oleh booming harga minyak dunia yang menyebabkan negara-negara produsen, umumnya dikategorikan negara berkembang, mengalami bonanza minyak. Uang banyak mengalir ke kocek negara (atau, kalau negara tersebut koruptif, ke kantong para cukong). Uang tersebut lalu digunakan untuk melakukan pembangunan fisik ini dan itu yang mendorong perubahan lingkungan hidup secara besar-besaran.
Pada tahun 1980 istilah sustainable development (pembangunan berkelanjutan) sudah mulai populer. Pemicunya adalah sebuah publikasi yang beredar secara internasional berjudul World Conservation Strategy: Living Resource Conservation for Sustainable Development. Dokumen internasional tersebut memiliki fokus pada “to help advance the achievement of sustainable development throught the conservation of living resource.”
Akibat kemunculan publikasi pertama yang khusus bicara mengenai konsep pembangunan berkelanjutan, tahun 1987 PBB lalu mempopulerkan publikasi tersebut lewat United Nations Commission on Environment and Development. Komisi tersebut diketuai oleh Gro Harlem Brundtland (seorang perempuan). Komisi tersebut lalu mengeluarkan uar-uar mengenai definisi resmi pembangunan berkelanjutan, yaitu “pembangunan yang mempertemukan kebutuhan saat ini tanpa merugikan kemampuan generasi mada datang dalam memenuhi kebutuhannya.
Kelanjutan dari kerja komisi yang dipimpin Brundtland terjadi tahun 1992. Muncul konsep antargenerasi sebagai bagian tak terpisahkandari konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep antargenerasi tersebut lalu diadopsi dalam Deklarasi Rio tahun 1992, suatu dekralasi yang bersamaan dengan acara Rio Earth Summit. Salah satu prinsip kunci dalam Deklarasi Rio adalah “pembangunan hari ini tidak boleh mengancam kebutuhan generasi saat ini dan masa datang.”
Tahun 2002 diadakah UN World Summit on Sustainable Development (WSSD) di Johannesburg, Afrika Selatan. Dalam pertemuan tingkat tinggi tersebut dinyatakan upaya pengintegrasian 3 komponen pembangunan berkelanjutan. Ketiganya adalah pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan perlindungan sosial. Ketiga komponen ini saling bergantung dalam konsep umum pembangunan berkelanjutan.
Pada tahun 2012, ketiga komponen pembangunan berkelanjutan dalam pertemuan tingkat tinggi PBB tahun 2002 kembali ditegaskan. Penegasan ini berbarengan dengan ulang tahun ke-12 Deklarasi Rio dengan gagasan “the future we want.” Penegasan ini dilakukan oleh Majelis Umum PBB.
Peran Teknologi
Teknologi ada satu variabel yang mendorong munculnya konsep pembangunan berkelanjutan. Dorongan ini muncul akibat adanya tiga kondisi. Pertama, kemajuan teknologi adalah pendorong utama dari perkembangan ekonomi global dalam jangka panjang. Bagaimana misanya Revolusi Industri 1750 dengan ditemukannya mesin uap, mendorong transportasi pun secara massal menggunakan mesin uap sehingga jarak antar manusia bisa direkatkan dengan lebih cepat. Berturut-turut listrik, kimia industri, agronomi ilmiah, penerbangan, nuklir, dan ICT melakukan akselerasi perubahan lingkungan fisik dan sosial. Dunia kini sudah berubah secara total dan tidak bisa melangkah muncur.
Kedua, kemajuan teknologi ternyata memiliki dampak negatif. Asap bakaran batubara mengubah kualitas udara dan iklim. Karbondioksida semakin banyak terkonsentrasi di lapisan atmosfer sehingga pantulan cahaya matahari dari bumi tidak bisa lepas ke semesta. Efek rumah kaca adalah konsep tenar mengenai hal ini. Perkembangan ICT mendorong kecepatan berpindahkan uang, dan lebih lanjut kesejahteraan. Golongan kuat secara ekonomi semakin mengkonsentrasikan kekayaan di dirinya dengan merebut kebutuhan subsisten kalangan manusia berekonomi lemah. Muncul masalah ketimpangan dan kriminalitas gaya baru berupa kejahatan keuangan global yang hanya mungkin dilakukan lewat teknologi ICT. Selain itu, perkembangan ICT mendorong munculnya artificial intelligent. Pada kapitalis besar tidak lagi butuh banyak tenaga manusia karena robot cerdas telah mampu menggantikan pekerjaan mereka.
Ketiga, kemajuan teknologi hingga batas tertentu, ada dalam kuasa manusia. Bahwa teknologi kendati punya potensi “tidak terkendali” sesungguhnya tetap dapat diarahkan oleh tujuan manusia itu sendiri. Kendati demikian, optimisme ini tidak begitu bulat mengingat ada prediksi berbeda seperti dijelaskan dalam Homo Deus tulisan Yuval Noah Harari yang kini sedang populer itu.
Penutup
Konsep pembangunan berkelanjutan sudah tidak bisa lagi ditolak. Sama seperti globalisasi, konsep tersebut telah berkembang menjadi noosfer, atau pikiran kolektif yang sama dipikir dari orang-orang di Papua Nugini hingga Senegal. Dari orang-orang Bali hingga mereka di London. Tentu saja, derajat pemahaman publik internasional berbeda gradasinya dalam mencerna dan mengimplementasikan konsep pembangunan berkelanjutan. Namun, apabila konsep pembangunan berkelanjutkan tidak diadopsi ke dalam peraturan setiap negara, mau ke mana lagi manusia tinggal dan hidup?
Sumber Bacaan
The United Nations in Lao PDR, From Millenium Development Goals to Sustainable Development Goals: Laying the base for 2030.
Jeffrey D. Sachs, The Age of Sustainable Development (New York: Columbia University Press, 2015).
0 Komentar
Anonim pun dapat berkomentar. Namun, tentu saja dengan akun pun sangat dipersilakan. Jika sudah klik Publikasikan. Juga pemirsa boleh bersoal/sharing tanggapan. Komentar pemirsa tentu tidak berisi kata atau link yang merujuk pada p*rn*grafi, jud*, *ogel, kekerasan, atau sejenisnya. Terima kasih.