Ad Code

Rekrutmen Politik di Indonesia

Rekrutmen politik adalah proses penempatan individu ke dalam struktur-struktur sistem politik. Proses penempatan tersebut guna mengisi kekosongan maupun melakukan rotasi elit. Rekrutmen politik dilakukan oleh partai politik, pemerintah, ataupun lembaga-lembaga lain yang memiliki otoritas politik.

Proses rekrutmen politik ini paling jelas terlihat tatkala berlangsung pemilihan umum dengan partai politik sebagai gudang cadangan sumberdaya manusia-nya. Di Indonesia, proses ini berlangsung bertingkat-tingkat yaitu lewat pemilihan presiden, anggota DPR RI, DPRD I, DPRD II, DPD termasuk pemilihan para kepala daerah. Pemilihan umum juga dapat dikatakan sebagai upaya sistem politik memperbaharui diri.


Sumber Foto:
https://img.jakpost.net/c/2018/01/04/2018_01_04_38406_1515063429._large.jpg

Sejak Indonesia merdeka, peran partai-partai politik dalam proses rekrutmen pejabat publik cukup besar bahkan hingga saat ini. Terdapat dua lokus proses rekrutmen politik yang penting yaitu rekrutmen internal partai politik dan rekrutmen anggota legislatif (termasuk kepala negara dan daerah yang juga diajukan partai-partai politik). Pippa Norris mengembangkan Variabel-variabel Bebas Proses Rekrutmen Politik sebagai berikut: [1]


Dalam menganalisis rekrutmen politik, Norris menawarkan analisis atas tiga variabel. Variabel pertama adalah Sistem Politik, variabel kedua adalah Struktur Rekrutmen, dan variabel ketiga adalah Proses Rekrutmen. [2]

Sistem Politik adalah variabel bebas yang menciptakan lingkungan yang mempengaruhi proses rekrutmen kandidat yang dilakukan oleh partai-partai politik. Variabel Sistem Politik diukur lewat indikator-indikator seperti Sistem Hukum (konstitusi, undang-undang yang berkait dengan proses pemilu), Sistem Pemilu, dan Sistem Kepartaian yang berlaku di suatu sistem politik. Variabel Struktur Rekrutmen menjelaskan tentang aturan main rekrutmen di masing-masing partai. Variabel ini diukur serangkaian indikator seperti Organisasi Partai, Aturan Partai, Ideologi Partai, dan Penentu Non Partai. Khusus untuk Penentu Non Partai, umumnya penentuan kandidat murni ditentukan oleh pimpinan partai, kendati ada pula yang ditentukan oleh penyandang dana (sponsor partai), kelompok kepentingan, media massa, ataupun konstituen partai itu sendiri. Variabel ketiga adalah Proses Rekrutmen, yaitu variabel yang menjelaskan secara langsung proses penentuan seorang kandidat menjadi anggota legislatif.


Variabel Sistem Politik


Variabel-variabel sistem politik yang berpengaruh terhadap struktur dan proses rekrutmen politik terdiri atas sistem hukum, sistem pemilu, dan sistem kepartaian di Indonesia. Pembahasan akan dilakukan atas masing-masing dari ketiga variabel bebas ini.


Sistem Hukum


Sistem hukum merupakan kerangka umum proses rektrutmen politik di suatu negara. Sistem hukum ini berbeda di negara satu dan negara lain. Mengenai sistem hukum Norris menjelaskan bahwa secara umum proses rekrutmen baik internal partai maupun untuk anggota legislatif sepenuhnya dipengaruhi oleh sistem hukum suatu negara. Sistem hukum yang terpenting adalah konstitusi sebagai aturan umum. Sistem hukum lain, misalnya undang-undang, memuat kriteria rinci mengenai syarat usia, kewarganegaraan, perilaku baik, domisili tempat tinggal, serta jabatan publik yang dipegang (misalnya, legislator harus melepaskan status PNS atau Militer-nya). Syarat lainnya yang kadang ditemukan adalah kandidat tidak sakit jiwa ataupun dalam keadaan economical bankruptcy. Dalam hukum pemilihan umum di Indonesia, terkandung persyaratan bahwa 30% kandidat yang diajukan partai politik haruslah perempuan.


Sistem Pemilu


Mengenai sistem pemilu Norris menjelaskan bahwa rekrutmen seorang kandidat oleh partai politik bergantung pada sistem pemilu yang berkembang di suatu negara. Di Indonesia, pemilihan legislatif (DPR, DPRD I, dan DPRD II) menggunakan sistem proporsional dengan daftar terbuka. Lewat sistem semacam ini, partai-partai politik cenderung mencari kandidat yang populer sehingga punya elektabilitas yang tinggi di mata para pemilih. Hal ini pula yang mendorong banyak artis (sinetron, lawak, penyanyi) yang tergiur untuk bergabung ke dalam sebuah partai politik. Selain arti, banyak partai politik merekrut academic-celebrity sebagai kandidat mereka. [4] Daftar terbuka memungkinkan seorang kandidat mendapat contrengan lebih banyak ketimbang calon lainnya dalam partai yang sama. Bagi partai politik, populernya seorang caleg membuat pilihan pemilih terfokus kepada partainya ketimbang kepada partai-partai politik lain.

Di Indonesia pula, undang-undang pemilu yang terakhir mensyaratkan setiap partai politik menyertakan minimal 30% kandidat perempuan. Hal ini membuka kemungkinan yang lebih besar bagi perempuan untuk menjadi legislator. Namun, di sisi lain partai politik sangat selektif terhadap caleg perempuan: Hanya caleg perempuan yang memenuhi kriteria tertentu (cantik, populer, akademik) yang benar-benar masuk ke dalam 30% kandidat partai mereka. Tingkat persaingan antar caleg perempuan lebih besar ketimbang antar caleg laki-laki.

Pemilihan umum merupakan mekanisme penting dalam sebuah negara, terutama yang menggunakan jenis sistem politik Demokrasi Liberal. Pemilihan Umum yang mendistribusikan perwakilan kepentingan elemen masyarakat berbeda ke dalam bentuk representasi orang-orang partai di parlemen. Sebab itu, pemilihan sebuah sistem pemilihan umum perlu disepakati bersama antara partai-partai politik yang terdaftar (yang sudah duduk di parlemen) dengan pemerintah.

Indonesia telah menyelenggarakan 9 kali pemilihan umum. Khususnya untuk pemilihan anggota parlemen (baik pusat maupun daerah) digunakan jenis Proporsional, yang kadang berbeda dari satu pemilu ke pemilu lain. Perbedaan ini akibat sejumlah faktor yang mempengaruhi seperti jumlah penduduk, jumlah partai politik, trend kepentingan partai saat itu, dan juga jenis sistem politik yang tengah berlangsung.

Sebelum dilakukan pembahasan atas sistem pemilu yang pernah diterapkan di Indonesia, ada baiknya dijelaskan jenis-jenis sistem pemilu yang banyak dipakai di dunia. Penjelasan hanya dititikberatkan pada kategori-kategori umum dari setiap jenis sistem pemilu. Untuk melihat peta sistem pemilu, perhatikan Skema Jenis Sistem Pemilu di bawah ini : [4]



Secara garis besar, sistem Mayoritas/Pluralitas menghendaki kemenangan partai atau calon legislatif yang memperoleh suara terbanyak. Calon legislatif atau partai dengan suara yang kalah otomatis tersingkir begitu saja. Varian dari sistem Mayoritas/Plularitas adalah First Past The Post, Two Round System, Alternative Vote, Block Vote, dan Party Block Vote.

Sistem proporsional biasanya diminati di negara-negara dengan sistem kepartaian Plural ataupun multipartai (banyak partai). Meskipun kalah di suatu daerah pemilihan, calon legislatif ataupun partai politik dapat mengakumulasikan suara dari daerah-daerah pemilihan lain, sehingga memenuhi kuota guna mendapatkan kursi. Varian sistem Proporsional adalah Proporsional Daftar dan Single Transferable Vote.

Sistem Mixed (campuran) merupakan pemaduan antara sistem Proporsional dengan Mayoritas/Pluralitas. Kedua sistem pemilu tersebut berjalan secara beriringan. Hal yang diambil adalah ciri-ciri positif dari masing-masing sistem. Varian dari sistem ini adalah Mixed Member Proportional dan Parallel.

Sistem Other/Lainnya adalah sistem-sistem pemilu yang tidak termasuk ke dalam 3 sistem sebelumnya. Varian dari sistem lainnya ini adalah Single No Transferable Vote (SNTV), Limited Vote, dan Borda Count.

Catatan Kaki

[1] Pippa Norris, Legislative Recruitment dalam Lawrence LeDuc, et.al, eds., Comparing Democracies: Elections and Voting in Global Perspectives (California: Sage Publications, Inc., 1996) p. 196.
[2] ibid., p. 195.
[3] Academic-celebrity adalah kalangan intelektual yang sering tampil di pesawat televisi untuk menjadi narasumber suatu fenomena politik. Akibat seringnya mereka tampil, publik diprediksi akan mengenal mereka. Partai yang merekrut mereka punya dua keuntungan yaitu popularitas dan modal intelektual.
[4] Andrew Reynolds, et.al., Electoral System Design: The New International IDEA Handbook, (Stockholm: International Institute for Democracy and Electoral Assistance, 2005) p.9-14. Penjelasan teoritis mengenai masing-masing tipe sistem pemilihan umum mengacu pada sumber ini.
Reactions

Posting Komentar

0 Komentar