Ad Code

Model-Model Demokrasi David Held

David Held, dalam bukunya Models of Democracy menganalisis sejarah panjang perkembangan demokrasi, tentu dalam perspektif Barat ditinjau secara antropomorfisme. Dari kajian panjang dan rinci tersebut, Held membangun tipikal demokrasi yang khas sehingga ia pun membangun model atasnya.

Held kemudian mengkategorisasi praktek demokrasi aktual segala zaman tersebut ke dalam 10 model, di mana model ke-2, 3, dan ke-10 memiliki variasinya. Kajian Held ini sangat menarik oleh sebab demokrasi sebagai praktek tidaklah serupa dari masa ke masa. Demokrasi ternyata adalah sebuah konsep ambigu bergantung pada pola pemikiran dan model hubungan rakyat penguasa di suatu zaman. Pengaruh lainnya pun datang dari gerak individualitas manusia yang juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi.

David Held
Sumber Foto:
https://revistaidees.cat/en/autors/david-held/



Model-model Demokrasi versi David Held


Secara ringkas, model demokrasi yang disimpulkan oleh Held adalah: Model 1 yaitu Demokrasi Klasik; Model 2A yaitu Republikanisme Protektif; Model 2B yaitu Republikanisme Develompentalis; Model 3A yaitu Demokrasi Protektif; Model 3B yaitu Demokrasi Developmental; Model 4 yaitu Demokrasi Langsung; Model 5 yaitu Demokrasi Elitis Kompetitif; Model 6 yaitu Pluralisme; Model 7 yaitu Demokrasi Legal; Model 8 yaitu Demokrasi Partisipatoris; Model 9 yaitu Demokrasi Deliberatif; Model 10A yaitu Otonomi Demokratis; dan Model 10B yaitu Demokrasi Kosmopolitan.


Model 1: Demokrasi Klasik

Model Demokrasi Klasik berkembang terutama di negara-kota Yunani seperti Athena dan dilanjutkan oleh Republik Romawi. Saat itu perbudakan adalah lumrah, petani bertugas menghidupi kelompok elit pemikir dan politisi. Perempuan didomestikasi sehingga hanya menjalankan peran privat. Juga tidak semua penduduk memiliki status warga negara. Kesetaraan sosial dan politik dalam konteks kemanusiaan umum tidak terjadi di dalam Demokrasi Klasik.

Prinsip pembenaran Demokrasi Klasik adalah warganegara seharusnya menikmati kesetaraan politik dalam hal kebebasan memerintah dan, sebagai imbalannya, juga diperintah.

Sejumlah fitur kunci dalam Demokrrasi Klasik adalah partisipasi langsung warganegara dalam menjalankan fungsi legislatif dan yudisial. Juga, dewan warganegara punya kekuasaan yang berdaulat. Lingkup kekuasaan berdaulat tersebut termasuk semua hubungan umum di dalam negara kota. Terdapat aneka metode pemilihan kandidat bagi jabatan publik (misalnya pemilihan langsung, kertas suara). Hampir tidak ada beda keistimewaan khusus, antara warganegara biasa dengan pejabat publik. Kecuali untuk jabatan komandan perang, dua jabatan politik yang sama tidak boleh diduduki orang yang sama. Seluruh jabatan publik berlangsung untuk masa singkat (1 atau 2 tahun). Juga Demokrasi Klasik sudah ditandai pembayaran layanan publik dari kas negara.

Kondisi yang memungkinkan tumbuhnya Demokrasi Klasik adalah negara-kota kecil dengan pertanian sebagai basis metode produksi masyarakat. Ekonominya pun didasarkan pada budak, sehingga warganegara punya leisure time untuk berpolitik. Juga, Demokrasi Klasik hanya melibatkan laki-laki untuk urusan publik ini, sementara urusan domestik dikerjakan oleh kaum perempuan. Akhirnya, tidak dipungkiri bahwa Demokrasi Klasik menekankan pada pembatasan kewarganegaraan, sehingga partisipasi politik sangat terbatas pada mereka yang hanya beroleh status kewarganegaraan saja.


Model 2A: Republikanisme Protektif

Republikanisme Protektif bersumberkan Republik Romawi dan para sejarawannya. Republikanisme Protektif memberi tekanan pada nilai instrumental partisipasi politik yang ditujukan untuk perlindungan tujuan dan kepentingan warganegara. Pemikiran ini kemudian dilanjutkan oleh Machiavelli dan di masa kemudian oleh Montesquieu dan James Madison.

Prinsip pembenaran dalam Republikanisme Protektif adalah, partisipasi politik merupakan kondisi esensial bagi kebebasan personal. Jika warganegara tidak memerintah diri mereka sendiri maka mereka akan didominasi oleh orang lain.

Republikanisme Protektif ditandai oleh perimbangan kekuasaan antara ‘rakyat’, aristokrat (bangsawan) dan monarki (raja dan keluarganya). Perimbangan ini mendorong munculnya konstitusi campuran (mixed constitution) atau pemerintahan campuran (mixed government). Realitas politik ditandai peran aktif kehidupan publik didominasi keuatan politik yang tengah memimpin.

Partisipasi warganegara diwujudkan ke dalam bentuk berbeda, termasuk pemilihan konsul atau wakil rakyat yang bertugas sebagai dewan yang memerintah. Relasi politik masyarakat ditandai aneka kelompok sosial saling bersaing dalam mempertahankan kepentingan mereka. Terdapat kebebasan berbicara, berekspresi, dan berserikat. Rule of law sudah mulai mengemuka.

Kondisi umum yang memungkinkan munculnya Republikanisme Protektif adalah komunitas kota yang cukup kecil. Terdapat upaya pemeliharaan peribadatan keagamaan. Masyarakatnya pun ditandai keberadaan seniman dan pedagang yang relatif independen. Masih terdapat pengecualian perempuan, pekerja, dan sahaya dalam politik. Namun, tidak seperti era Demokrasi Klasik, mulai terdapat perluasan partisipasi publik untuk kalangan laki-laki. Republikanisme Protektif pun ditandai konflik intensif antar asosiasi politik yang saling berlawanan.


Model 2B: Republikanisme Developmentalis

Republikanisme Developmentalis mengambil inspirasi dari polis-polis Yunani kuno, juga para filosofnya. Republikanisme Developmentalis memberi tekanan pada nilai instrinsik dari partisipasi politik, yang ditujukan untuk menguatkan pembuatan keputusan dan pembangunan kewarganegaraan. Dari polis Yunani kuno dan para filosofnya, pemikiran Republikanisme Developmentalis dilanjutkan Marsillus of Padua, Rousseau, Mary Wollstonecraft dan di masa kemudiannya oleh Marx and Engels.


Dalam Republikanisme Developmentalis, warganegara cenderung menikmati kesetaraan politik dan ekonomi dalam acuan tidak seorang pun menjadi tuan bagi lainnya. Semua warganegara menikmati kemerdekaan dan pengembangan diri yang sama dalam proses penentuan nasib sendiri bagi kebaikan bersama.

Fitur utama dalam Republikanisme Developmentalis adalah adanya pembagian fungsi legislatif dan eksekutif. Selain itu, terdapat partisipasi warganegara secara langsung dalam pertemuan publik untuk memilih legislator mereka. Kebulatan pendapat dalam masalah publik cenderung diharapkan, tetapi manakala terdapat ketidaksepakatan dicari lewat aturan mayoritas. Fitur lainnya adalah posisi eksekutif berada di tangan ‘magistrat’ atau ‘administrator’. Eksekutif diangkat selain dengan cara diangkat, dipilih langsung, ataupun lewat kertas suara.

Kondisi umum yang melingkupi Republikanisme Developmentalis adalah komunitas yang kecil, dan non-industrial. Pekerjaan rumah tangga (domestik) dikerjakan kaum perempuan sehingga membebaskankaum laki-laki untuk bekerja dan berpolitik di luar rumah. Juga, terdapat difusi kepemilikan properti di antara orang banyak. Kewarganegaraan seseorang ditentukan seberapa banyak properti yang dimilikinya.


Model 3A: Demokrasi Protektif

Dalam Demokrasi Protektif, berhadapan dua entitas: individu dan negara. Bagaimana individu dapat melindungi diri dan apa peran negara. Absolutisme negara muncul, individu harus memposisikan perannya. Dalam model ini, Held mengambil pikiran dari Thomas Hobbes, John Locke, Montesquieu, James Madison, Jeremy Bentham, dan John Stuart Mill.

Dalam model demokrasi ini, warganegara membutuhkan perlindungan gubernur, juga dari sesama mereka, guna memastikan siapapun yang memerintah memproduksi kebijakan yang berkesesuaian dengan kepentingan warganegara secara keseluruhan.

Karakteristik utama dari Demokrasi Protektif adalah kedaulatan utamanya berada di tangan rakyat, tetapi terpusat di wakil mereka yang menjalankan fungsi negara secara legitimate. Juga, Demokrasi Protektif ditandai pemilu reguler, kotak suara yang sifatnya rahasia, persaingan antar faksi, pemimpin potensial atau partai. Prinsip ‘mayoritas memerintah’ adalah basis kelembagaan bagi akuntabilitas siapapun yang memimpin di era Demokrasi Protektif ini.

Kekuasaan negara pun harus impersonal, semisal pemisahan formal antara kuasa legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Terdapat jaminan kemerdekaan dari perlakuan semena-mena lewat jaminan konstitusi. Konstitusi juga menjamin kesetaraan warganegara di mata hukum berupa hak-hak kebebasan sipil dan politik. Selain itu, konstitusi pun mulai menjamin kemerdekaan berpendapat, berekspresi, berserikat, memilih, dan berkeyakinan.

Secara umum terdapat pemisahan negara dari masyarakat sipil, Pemisahan ini mendorong warganegara mampu menikmati kehidupan privasi mereka lepas dari kekerasan negara, perilaku sosial yang tidak diterima, dan pengaruh politik yang tidak diinginkan. Demokrasi Protektif juga ditandai persaingan antar pusat kekuasaan dan kelompok kepentingan.

Kondisi umum yang melingkupi Demokrasi Protektif adalah pembangunan masyarakat sipil yang otonom secara politik. Kepemilikan pribadi atas alat produksi juga mulai dimungkinkan. Terdapat pula ekonomi pasar yang kompetitif, ditandai keluarkan patriarkis serta perluasan wilayah negara-bangsa dimulai.


Model 3B: Demokrasi Developmental

Pemikiran mengenai Demokrasi Developmental banyak mengambil inspirasi dari tulisan John Locke, Jeremy Bentham, dan John Stuart Mill. Bahwa negara sebagai aktor harus dicegah potensi arbitrasenya oleh kemampuan publik mengimbangi. Jika Locke melalui konstitusi yang disusun para magistrat bangsawan non monarki, maka Bentham dan Mill melalui asosiasi masyarakat sipil, termasuk hak pilih yang diperluas dan pers.

Prinsip utama Demokrasi Developmental adalah partisipasi dalam kehidupan politik dibutuhkan bukan hanya untuk melindungi kepentingan individual, tetapi juga penciptaan bentuk kesadaran kewarganegaraan yang lebih berkomitmen dan terbangun. Keterlibatan politik adalah esensial dalam rangka perluasan kapasitas individual yang tertinggi dan harmonis.

Sejumlah fitur kunci dalam Demokrasi Developmental adalah kedaulatan rakyat dengan hak pilih universal, sejalan dengan sistem proporsional dalam alokasi suara. Juga, model ini ditandai adanya pemerintahan yang bersifat representatif yang terdiri atas kepemimpinan berdasarkan pemilihan, pemilu reguler, dan kotak suara yang bersifat rahasia.

Konstitusi menjamin terselenggaranya pembatasan atas, dan pembagian dalam, kekuasaan negara sekaligus memastikan promosi atas hak-hak individual. Hak-hak individual ini berkenaan dengan kemerdekaan berpikir, merasa, diskusi, publikasi, dan pengejaran rencana hidup khas setiap warganegara. Terdapat pula garis demarkasi tegas antara dewan parlemen dengan birokrasi publik semisal pemisahan peran antara mereka yang menjabat atas hasil pemilihan (pejabat politik) dengan pejabat yang didasarkan keahlitan (meritokrat birokrasi). Keterlibatan warganegara di aneka cabang pemerintahan lewat pemungutan suara, partisipasi yang diperluas di tingkat pemerintahan lokal, serta layanan juri.

Kondisi umum yang melingkupi Demokrasi Developmental adalah masyarakat sipil yang independen dengan keterlibatan negara hingga tingkat minimal. Sama seperti Demokrasi Protektif, Demokrasi Developmental juga ditandai adanya pasar bebas. Penguasaan pribadi dan kendali atas cara produksi selaras dengan aneka eksperimen dengan ‘komunitas’ atau bentuk-bentuk kerjasama kepemilikan. Emansipasi politik bagi kaum perempuan, tetapi tetap secara umum terdapat pembagian kerja tradisional. Kondisi lainnya adalah sistem negara bangsa yang cenderung saling berhubungan satu sama lain.


Model 4: Demokrasi Langsung

Demokrasi Langsung adalah trademark pemikiran dari Rousseau. Namun, dalam perkembangan kemudian diambil-alih oleh kaum sosialis dan komunis seperti Proudhon, Saint-Simon, Marx, dan Engels. Kelompok sosialis dan komunis punya pendekatan berbeda mengenai demokrasi langsung ini. Gagasan utama dari Model Demokrasi Langsung adalah anti liberalisme yang dulu berkembang lewat Locke, Hume, Bentham, dan Mill.

Dalam Demokrasi Langsung, prinsip utamanya adalah ‘free development of all’ hanya bisa dicapai lewat ‘free development of each’. Bahwa kebebasan mempersyaratkan diakhirinya eksploitasi manusia dan tercapainya kesetaraan politik serta ekonomi secara paripurna. Hanya kesetaraanlah yang mampu menjami terciptanya aneka kondisi bagi realisasi potensialitas umat manusia dengan cara setiap orang memberikan pihak lain menurut kemampuan dan menerima apa yang mereka butuhkan.

Held menyebut dua ideologi yang berkembang di dalam Demokrasi Langsung ini yaitu Sosialisme dan Komunisme. Dalam Sosialisme, hubungan publik diregulasi oleh komune-komune atau aneka dewan yang diorganisasi berdasarkan strktur piramid. Dalam Komunisme, ‘pemerintah’ dan ‘politik’ dalam aneka bentuknya, memberi jalan bagi self-regulation .

Dalam Sosialisme, personil pemerintahan, pejabat hukum, dan administrator adalah subyek pemilihan, mereka memperoleh mandat dari komunitas demikian pula pemberhentiannya. Dalam Komunisme, seluruh hubungan publik diperintah secara kolektif, sementara semua keputusan publik disusun berdasarkan konsensus.

Dalam Sosialisme, pejabat publik dibayar tidak boleh melebihi upah pekerja. Dalam Komunisme, distribusi tugas-tugas administratif dijalankan oleh orang-orang melalui rotasi atau pemilihan.

Dalam Sosialisme, milisi rakyat dibentuk demi kesinambungan tertib politik baru dan mereka merupakan subyek kendali publik. Dalam Komunisme, pergantian semua angkatan bersenjata dengan self monitoring.

Sementara itu, Held pun menyebut serangkaian kondisi yang menumbuhkan baik Sosialisme maupun Komunisme. Sosialisme tumbuh dalam persatuan kelas-kelas pekerja, sementara Komunisme dari berakhirnya masyarakat kelas (classless society). Sosialisme tumbuh akibat kalahnya kelas borjuis, sementara Komunisme akibat terhapuskannya kelangkaan dan penguasaan pribadi atas alat produksi.

Jika Sosialisme tumbuh akibat berakhirnya keistimewaan suatu kelas, maka Komunisme tumbuh akibat penghapusan pasar, pertukaran, dan uang. Jika Sosialisme tumbuh akibat pembangunan kekuatan produksi secara substansial, Komunisme tumbuh akibat diakhirinya pembagian kerja secara sosial.


Model 5: Demokrasi Elitis Kompetitif

Model ke-5 disebut Held sebagai Demokrasi Elitis Kompetitif. Held mengembangkan pandangan mengenai demokrasi ini dari asumsi-asumsi Joseph Schumpeter mengenai Demokrasi Elitis dan Max Weber mengenai organisasi legal-rasional dalam birokrasi negara.

Dalam demokrasi model ini, metode seleksi elit politik yang nantinya bertugas menyusun legislasi dan keputusan administratif adalah keahlian dan imajinatif mereka. Ini akibat dalam model Demokrasi Elitis Kompetitif, terdapat hambatan kepemimpinan politik dalam menerapkan kepemimpinan mereka di tengah masyarakat.

Fitur kunci dalam demokrasi model ini adalah pemerintahan parlementarian yang ditandai kuatnya cabang eksekutif. Selain itu, terdapat kompetisi akibat rivalitas antar partai dan elit politik. Parlemen didominasi oleh partai politik. Terjadi sentralisasi kepemimpinan politik. Namun, birokrasi bergerak menjadi administrasi yang independen dan terlatih baik. Konstitusi dan praktik pemerintahan dibatasi hanya pada kisaran keputusan politik yang efektif saja.

Kondisi yang memungkinkan tumbuhnya Demokrasi Elitis Kompetitif adalah terciptanya masyarakat industri. Masyarakat pun ditandai pola konflik sosial dan politik yang cenderung terfragmentasi. Para pemilih cenderung bersifat emosional dan kurang mendapat informasi yang valid. Budaya politik yang tumbuh umumnya mentolerir perbedaan pendapat.

Kondisi lainnya adalah munculnya strata baru, yaitu para ahli dan manager teknis yang terlatih. Juga, terjadi kompetisi antar negara dalam hal kekuasaan dan keuntungan dalam sistem internasional.


Model 6: Pluralisme

Alur pikir David Held dalam menyusun model Pluralisme adalah pikiran Robert Dahl. Dalam pandangan pluralis semacam Dahl, kekuasaan itu tidak hirarkis melainkan tersebar di aneka segmen masyarakat. Selain Dahl, Held juga mengambil alur pikir dari Harry Truman mengenai overlapping membership antar faksi yang membuat kekuasaan menjadi cenderung horizontal.

Dalam Pluralisme, terdapat kemungkinan pemerintahan dilakukan oleh kelompok minoritas, dan sebab itu memperkuat kebebasan politik. Juga terdapat kecenderungan terjadinya kekuasaan faksi-faksi yang sangat berkuasa dan negara yang kurang responsif.

Fitur kunci Pluralisme adalah hak-hak kewarganegaraan, termasuk one-person-one-vote, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan berserikat. Sistem checks and balances antara legislatif, eksekutif, yudikatif, dan birokrasi administrasi terjadi. Termasuk ke dalam fitur kuncil Pluralisme adalah sistem pemilu yang kompetitif, dengan sekurangnya 2 partai.

Held kemudian membedakan Pluralisme ke dalam dua bentuk, yaitu Pluralisme Klasik dan Neo-Pluralisme.

Dalam Pluralisme Klasik, terdapat kisaran kelompok kepentingan yang saling overlaping dalam pencarian pengaruh politik. Sementara dalam Neo-Pluralisme, terdapat aneka kelompok penekan, tetapi agenda politik mereka terbiaskan oleh kekuasaan korporat.

Dalam Pluralisme Klasik, pemerintah memediasi dan mengajudikasi aneka tuntutan, sementara dalam Neo-Pluralisme negara dan departemen-departemen di dalamnya melangsungkan kepentingan seksionalis mereka sendiri.

Dalam Pluralisme Klasik aturan-aturan konstitusi melekat di dalam budaya politik yang ikut mendukungnya. Sementara dalam Neo-Pluralisme aturan konsitusi difungsikan dalam konteks budaya politik yang beragam, dengan adanya kemungkinkan ketidaksetaraan sumberdaya ekonomi yang sifatnya radikal.

Terdapat sejumlah kondisi yang memungkinkan tumbuhnya baik Pluralisme Klasik maupun Neo-Pluralisme. Dalam yang pertama, kekuasaan terbagi dan dipertukarkan oleh sejumlah besar kelompok dalam masyarakat, sementara di yang kedua kekuasaan langsung diunjukkerjakan oleh sejumlah kelompok.

Pluralisme Klasik tumbuh di masyarakat dengan mana aneka jenis sumberdaya tersebar di dalam populasi, sementara dalam Neo-Pluralisme akibat kurangnya kepemilikan sumber daya membuat aneka kelompok kurang dapat beroleh partisipasi politik.

Pluralisme Klasik juga tumbuh manakala tercapai penghargaan atas konsensus di dalam aneka prosedur politik, berkisar dari alternatif kebijakan dan lingkup tindakan politik yang legitimate. Sementara dalam Neo-Pluralisme, kekuasaan yang timpang berdasar distribusi sosioekonomi membuat pilihan politik jadi terbatas.

Dalam Pluralisme Klasik perimbangan antara warganegara aktif dan pasif memungkinkan terciptanya stabilitas politik. Sementara dalam Neo-Pluralisme terjadi ketimpangan dalam hal keterlibatan politik sehingga mendorong kondisi yang kurang memungkinkan terciptanya pemerintahan yang terbuka.

Dalam Pluralisme Klasik, kerangka internasional memungkinkan kaum plularis memerintah, demikian pula masyarakat pasar bebas. Sementara dalam Neo-Pluralisme, tertib internasional dikompromikan oleh kepentingan ekonomi multinasional yang kuat serta sejumlah negara yang dominan.


Model 7: Demokrasi Legal

Demokrasi Legal adalah proyeksi politik dari ideologi Kanan-Baru (New Right). Demokrasi Legal mendapat pengaruh langsung dari model Demokrasi Protektif, pengaruh tak langsung dari model Demokrasi Developmental dan Demokrasi Elitis Kompetitif. Kajian New Right diambil Held dari aneka tulisan Robert Nozick, Friedrich Hayek, Seymour Lippsett dan Sam Huntington.

Prinsip mayoritas adalah cara yang efektif dan dikehendaki dalam hal melindungi individu dari kesemenaan pemerintah dan menjamin kebebasan. Kendati demikian, untuk kehidupan politik dan ekonomi adalah masalah inisiatif dan kemerdekaan pribadi. Akibatnya, pemerintahan mayoritas diawasi oleh rule of law. Hanya dalam aneka kondisi ini sajalah prinsip mayoritas dapat berlaku secara bijak dan adil.

Fitur kunci Demokrasi Legal adalah negara konstitusional yang dimodelkan tradisi politik Anglo-Amerika, termasuk pemisahan tegas cabang-cabang kekuasaan. Fitur lainnya adalah rule of law, minimalnya intervensi negara ke dalam masyarakat sipil dan kehidupan pribadi. Juga adanya masyarakat pasar bebas dengan segala kesempatannya.

Kondisi umum yang menumbuhkan Demokrasi Legal adalah kepemimpinan politik yang efektif dipedomani prinsip-prinsip liberal. Minimalisasi regulasi birokrasi yang berlebihan, pembatasan peran kelompok kepentingan, terutama serikat buruh. Tertib internasional yang didasarkan perdagangan bebas. Serta minimalisasi ancaman kolektivisme (Sosialisme dan Komunisme) dalam segala bentuknya.


Model 8: Demokrasi Partisipatoris

Model Demokrasi Partisipator dikenal sebagai New Left. Awalnya ia berkembang dari gagasan Marx soal alienasi manusia dari alam, yang salah satunya dikalisasi oleh hadirnya uang. Lalu pemikirannya direspon oleh kalangan neo-marxis yang dikenal sebagai Mazhab Frankfurt seperti Max Horkheimer, Karl Mannheim, Herbert Marcuse, Theodore Adorno, dan Jurgen Habermas. Selain itu hadir pula pikiran Claus Offe dan CB Macpherson. Dalam garis panjang sejarah, Demokrasi Partisipatoris juga mendpat pengaruh dari Republikanisme Developmental.

Prinsip dalam Demokrasi Partisipatoris adalah kesetaraan hak kebebasan dan pengembangan diri hanya dapat dicapai lewat masyarakat yang partisipatif. Masyarakat partisipatif adalah masyarakat yang menguatkan rasa political efficacy, membiakkan perhatian pada masalah bersama dan berkontribusi padapembentukan kewarganegaraan yang berpengetahuan, sehingga memampukan mereka menjamin terselenggaranya kepentingan secara sinambung dalam proses pemerintahan.

Fitur kunci dalam Demokrasi Partisipatoris adalah adanya partisipasi langsung warganegara dalam pengaturan lembaga masyarakat yang penting, termasuk tempat kerja dan komunitas lokal. Fitur lainnya adalah reorganiasi sistem kepartaian dengan memungkinkan pejabat partai punya akuntabilitas langsung pada para anggotanya. Juga terdapat fitur kunci lainnya, yaitu operasi ‘participatory parties’ di dalam parlemen dan struktur kongres. Terakhir, adalah pemeliharaan atas sistem kelembagaan terbuka guna memastikan dimungkinkannya eksperimentasi bentuk-bentuk politik.

Kondisi yang memungkinkan tumbuhnya Demokrasi Partisipatoris adalah membesarnya kemungkinan kelompok yang kurang sumber daya demi memperoleh redistribusi sumber daya material. Juga minimalisasi kekuasaan birokrasi yang tidak akuntabel dalam kehidupan publik dan privat. Kondisi lainnya adalah sistem informasi terbuka, yang menjamin aneka keputusan pemerintah terinformasikan secara baik. Terakhir adalah re-eksaminasi aturan perawatan anak sehingga perempuan, sebagaimana kaum laki-laki, dapat ambil kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan publik.


Model 9: Demokrasi Deliberatif

Dalam mengembangkan model Demokrasi Deliberatif, Held membahas pikiran Iris Marion Young, dan kendati tidak disebutkan, Michael Walzer dan John Rawls. Inti dari Demokrasi Deliberatif adalah warganegara langsung berpartisipasi signifikan dengan medium yang dalam eranya sudah tersedia.

Prinsip utama Demokrasi Deliberatif adalah adanya asosiasi politik yang bergerak lewat penegasan bebas dan beralasan dari warganegara. Mutual justifiability keputusan politik adalah basis legitimasi bagi pencarian solusi adalah masalah bersama.

Fitur utama Demorkasi Deliberatif adalah polling disengaja, masa-masa deliberatif, dan penjurian oleh warganegara. Inisiatif e-government secara full online yang berfungsi mengawasi para wakil rakyat. Aneka program e-demokrasi termasuk forum-forum publik online. Analisis kelompok dan aneka generasi dimungkinkan untuk mengajukan proposal kebijaka. Deliberasi linta kehidupan publik, dari dari skala mikro hingga transnasional. Mulai muncul penggunaan baru referendum yang dilakukan lewat polling deliberatif.

Kondisi umum yang memungkinkan tumbuhnya Demokrasi Deliberatif adalah pluralisme nilai, program pendidikan publik yang kuat, budaya dan lembaga publik mendukung pembangunan pilihan yang lebih ‘refined’ dan ‘reflektif’. Pendanaan publik bagi praktek dan lembaga deliberatif, serta asosiasi-asosiasi sekunder yang mendukung mereka.


Model 10A: Otonomi Demokrasi

Prinsip utama Otonomi Demokrasi adalah orang seharusnya menikmati hak-hak setara dan, selaras dengan itu, kewajiban setara dalam kerangka politik tertentu yang melahirkan dan membatasi kesempatan yang tersedia bagi mereka. Dalam hal ini, warganegara seharusnya bebas dan setara dalam aneka proses deliberasi seputar kondisi kehidupan mereka dan dalam menentukan kondisi-kondisi tersebut, sepanjang mereka tidak menegasikan kondisi individu lainnya.

Held menyebut dua lini dalam Otonomi Demokrasi, yaitu negara dan masyarakat sipil. Dalam tingkat negara, prinsip otonomi dibakukan dalam konstitusi dan bill of right. Sementara dari sisi masyarakat sipil, terjadi keragaman jenis rumah tangga dan sumber informasi, lembaga kultural, dan kelompok konsumen.

Dari sisi negara pula, struktur parlemen dan kongres diorganisasi berdasarkan dua kamar. Sementara di sisi masyarakat sipil, layanan komunitas seperti perawatan anak, pusat kesehatan, dan pendidikan secara internal diorganisasikan. Selain itu, dari sisi negara, sistem kepartaian kompetitif terjadi, dengan mana terdapat pendanaan partai oleh publik. Di sisi masyarakat sipil, pembangunan dan eksperimentasi terjadi dalam aneka kewirausahaan yang dimanage oleh masyarakat sendiri.

Dari sisi negara, layanan pusat dan lokal secara internal diorganisasi dengan menyerap kepentingan lokal. Sementara dari sisi masyarakt sipil, aneka bentuk perusahaan privat mempromosikan inovasi dan fleksibilitas ekonomi.

Kondisi umum yang menumbuhkan Otonomi Demokrasi adalah infomasi terbuka dan bebas yang memastikan apapun keputusan negara terinformasikan secara jelas di dalam kehidupan publik. Juga terdapat penggunaan penuh mekanisme demokratis deliberatif serta aneka prosedur dari polling-polling deliberatif sebagai wujud umpan balik dari para pemilih guna memastikan aneka proses tersebut membuat partisipasi publik semakin tercerahkan.

Kondisi lainnya adalah pengaturan negara secara umum melibatkan diskusi publik juga dengan agen-agen privat. Juga perusahaan semakin ditekankan untuk menjamin kesejahteraan, kesehatan, dan lingkungan. Otonomi Demokrasi juga tumbuh dengan mana terjadi minimalisasi kekuasaan yang tidak akuntabel, baik dalam ranah publik maupun privat. Terakhir, pemeliharaan kerang kelembagaan yang reseptif pada eksperimentasi bentuk-bentuk organisasional baru.


Model 10B: Demokrasi Kosmopolitan

Prinsip utama Demokrasi Kosmopolitan adalah duania yang semakin intens dalam hubungan regional dan global, dengan ditandai overlapingnya nasib aneka komunitas. Prinsip otonomi juga diluaskan dari lingkup nasional dan lokal menjadi regional dan global.

Polity

Di Model Demokrasi Kosmopolitan ini, Held membagi dua kategori berdasar aspek polity atau pemerintahan dan ekonomi/masyarakat sipil, baik dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang.

Dalam Jangka Pendek, reformasi atas lembaga utama PBB seperti Dewan Keamanan agar mampu memberi kesempatan pada negara berkembang suara yang lebih signifikan dan efektif dalam pembuatan keputusan. Di Jangka Panjang, pakta baru hak dan kewajiban dikunci ke dalam aneka domain kekuasaan politik, ekonomi, dan sosial.

Dalam Jangka Pendek, penciptaan kamar kedua PBB mengikuti konvensi konstitusional internasional, sementara dalam Jangka Panjang parlemen global yang terbatasi kapasitasnya untuk menarik pemasukan, terkoneksi antara region, bangsa, dan lokalitas.

Dalam Jangka Pendek, penguatan regionalisasi politik seperti Uni Eropa dan penggunaan referendum internasional. Dalam Jangka Panjang pemisahan kepentingan politik dan ekonomi, juga terdapat pendanaan publik bagi dewan-dewan deliberatif dan aneka proses elektoral.

Dalam Jangka Pendek, penciptaan pengadilan hak asasi manusia yang baru, pemaksaan yuridiksi di sampin Pengadilan Internasional. Dalam Jangka Panjang sistem legal global yang saling berkoneksi, yang mencakup elemen hukum sipil dan kriminal.

Dalam Jangka Pendek, pendirian kekuatan militer yang efektif, akuntabel, dan bersifat internasional. Dalam Jangka Panjang, terdapat peralihan bentuk kewenangan koersif dari negara-bangsa menjadi kepada lembaga regional dan global.

Ekonomi / Masyarakat Sipil

Dalam Jangka Pendek, terjadi penguatan yang sifatnya non-pasar dan non-negara di dalam aneka organisasi masyarakat sipil. Di Jangka Panjangnya adalah, penciptaan keragaman asosiasi dan kelompok yang membuat aturan khas sendiri dalam masyarakat sipil.

Dalam Jangka Pendek, eksperimentasi dengan aneka bentuk organiasi eknomi secara demokratis, dan di Jangka Panjang. Ekonomi dan pluralisasi multi sektoral membentuk pola kepemilikan dan penguasaan.

Dalam Jangkap Pendek, penetapan sumberdaya pada kelompok yang paling rentang, untuk mempertahankan dan mengartikulasikan kepentingan mereka. Di Jangka Panjang, kerangka prioritas investasi dirancang tidak lagi lewat keputusan deliberasi dan pemerintahan secara umum, melainkan regulasi pasar yang diperluas sehubungan barang dan jasa.

Kondisi umum yang menghadirkan Demokrasi Kosmopolitan adalah terus terjadinya pembangunan regional, internasional, dan global yang berhasil mengalirkan sumber daya dan jaringan interaksi. Kondisi lainnya adalah pengakuan tas meningkatnya jumlah orang yang saling terinterkoneksi dengan komunitas politik di aneka domain seperti sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan. Demokrasi Kosmopolitan juga muncul akibat terbangunnya pemahaman atas ‘keuntungan kolektif’ yang untuk penyebarannya diperlukan deliberasi demokrasi baik secara lokal, nasional, regional, dan global.

Terakhir adanya transfer dari peningkatan proporsi kemampuan koersif militer bangsa kepada agen-agen dan lembaga transnasional dengan tujuan utama demiliterisasi dan mengatasi sistem perang antar negara.

Demikianlah paparan model-model Demokrasi menurut David Held. Artikel ini bertujuan memberikan gambaran bahwa kita harus terus mengkritisi demokrasi sebagai sebuah sistem pemerintahan yang tidak sempurna. Anarki adalah situasi yang selalu berpotensi muncul dalam setiap perkembangan demokrasi karena batas-batas intervensi lembaga otoritatif semakin kecil, individualitas manusia semakin meninggi, ‘pemerintahan bersama’ sudah bermunculan di aneka bidang dan sub bidang pemerintahan.

Upaya Held cukup spektakuler yaitu mengidentifikasi serangkaian faktor lingkungan yang mendorong tumbuhnya praktek demokrasi yang berbeda-beda. Memang terlihat Held agak kesulitan dalam mencari fitur utama dan kondisi yang mendukung, yang antara satu model dengan model lain saling overlaping. Namun, sebagai upaya keras menyusun kategorisasi demokrasi berdasarkan indikator-indikator aktual, upaya Held ini patut diapresiasi setinggi-tingginya.


Sumber Bacaan

David Held, Models of Democracy, Third Edition (Cambridge: Polity Press, 2006). Seluruh halaman.
Reactions

Posting Komentar

0 Komentar